Sebagai orang yang memiliki kompetensi dalam bidang TIK, tentulah tidak 'pas' jika saya mencoba menguraikan tentang arah kiblat, yang banyak ditekuni oleh orang-orang yang memiliki kompetensi dalam bidang ilmu falak, tetapi dalam artikel saya mencoba menerus hasil riset tentang cara menentukan kiblat berbasiskan matahari. Kiblat adalah kata dalam bahasa arab yang merujuk arah yang dituju kaum muslim, baik suni atau syiah, saat mendirikan salat.
Pada mulanya, kiblat mengarah ke Yerusalem. Menurut Ibnu Katsir, Rasulullah SAW dan para sahabat salat dengan menghadap Baitul Maqdis. Namun, Rasulullah lebih suka salat menghadap kiblatnya Nabi Ibrahim, yaitu Ka'bah. Oleh karena itu beliau sering salat di antara dua sudut Ka'bah sehingga Ka'bah berada di antara diri beliau dan Baitul Maqdis. Dengan demikian beliau salat sekaligus menghadap Ka'bah dan Baitul Maqdis.
Setelah hijrah ke Madinah, hal tersebut tidak mungkin lagi. Ia salat dengan menghadap Baitul Maqdis. Ia sering menengadahkan kepalanya ke langit menanti wahyu turun agar Ka'bah dijadikan kiblat salat. Allah pun mengabulkan keinginan beliau dengan menurunkan ayat 144 dari Surat al-Baqarah:
Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan (Maksudnya ialah Nabi Muhammad SAW sering melihat ke langit mendoa dan menunggu-nunggu turunnya wahyu yang memerintahkan beliau menghadap ke Baitullah).
Beberapa waktu lalu di internet muncul tulisan Usep Fathudin, mantan Staf Khusus Menteri Agama, yang mengungkap beragam arah kiblat masjid-masjid di Jakarta. Kesahihan kiblat suatu masjid, menurutnya, perlu dicapai sebelum masjid dibangun. Hal itu karena pergeseran 1 sentimeter saja bisa berarti 100 kilometer penyimpangan jaraknya. Kita sering terbawa pada kerumitan matematis (yang sebenarnya tidak perlu) ketika menginginkan akurasi tinggi dalam penentuan arah kiblat. Kesalahan satu derajat di Indonesia (yang berjarak sekitar 8000 km untuk Jawa Barat) bisa menyebabkan penyimpangan besar di Mekkah (sekitar 140 km pada jarak tersebut). Hal serupa bisa kita balikkan. Kalau di Indonesia ada shaf sangat panjang sepanjang 140 km (sekitar jarak Jakarta-Bandung), untuk menghadap ke titik ka’bah arahnya akan sama dengan deretan orang memanjang ke belakang sampai jarak 40 meter dari ka’bah, dengan sudut hanya sekitar 1 derajat. Jadi jangan membayangkan bila menghadap ke titik Ka’bah atau masjidil haram seolah garis shaf akan melengkung.
Thomas, pakar astronomi dan astrofisika, mengemukakan bahwa ada penentuan arah kiblat yang menggunakan bayangan Matahari.Matahari yang tampak dari semua penjuru Bumi dapat dijadikan penunjuk lokasi Kabah. Begitu pula bayangan benda tegak pada waktu itu juga dapat menjadi menentu arah ke kiblat. Selain itu untuk daerah yang tidak mengalami siang, sama dengan Mekkah, waktu yang digunakan adalah saat Matahari di atas titik yang diametral dengan Mekkah. Berikut ini jadwal matahari tepat berada diatas ka'bah tahun 2011-2015 yang diambil dari harian Kompas tanggal 26 Mei 2011 :
Hari
|
Tanggal
|
Waktu(WIB)
|
Sabtu
Sabtu
Sabtu
Minggu
Senin
Selasa
Senin
Selasa
Rabu
Selasa
Rabu
Kamis
Rabu
Kamis
|
28 Mei 2011
16 Juli 2011
27 Mei 2012
15 Juli 2012
27 Mei 2013
28 Mei 2013
15 Juli 2013
16 Juli 2013
28 Mei 2014
15 Juli 2014
16 Juli 2014
28 Mei 2015
15 Juli 2015
16 Juli 2015
|
16.17.54
16.26.43
16.17.52
16.26.42
16.17.51
16.17.58
16.26.40
16.26.45
16.17.56
16.26.39
16.26.45
16.17.54
16.26.39
16.26.44
|
Referensi :
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.